OPINI

Hari Bela Negara Milik Seluruh Bangsa Indonesia

M. Fuad Nasar (mantan Sesditjen  Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro UIN Imam Bonjol Padang).f/kemenagri

Oleh: M Fuad NasarM Fuad Nasar
Mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro UIN Imam Bonjol Padang

Tanggal 19 Desember diperingati sebagai Hari Bela Negara berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006. Konsideran menimbang pada Keputusan Presiden tentang Hari Bela Negara, menyatakan; bahwa tanggal 19 Desember 1948 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut terbentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka bela negara.

Sejarawan Mestika Zed dalam buku Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Sebuah Mata Rantai Sejarah yang Terlupakan (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997) mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi ketika itu bahwa dalam tempo seminggu hampir semua kota-kota penting di seluruh tanah air jatuh ke tangan Belanda. Sebagai akibatnya, Republik Indonesia, nation state yang diproklamirkan Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945 itu, hampir tamat riwayatnya. Belanda mengumumkan bahwa Republik sudah tidak ada lagi. Dugaan demikian ternyata meleset karena bangsa Indonesia memiliki basis kekuatan perjuangan gerilya.

Dalam agresi militer atas Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta atau dikenal sebagai Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948 Belanda menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta beberapa Menteri anggota kabinet. Para pemimpin republik dibawa dan diasingkan ke Bangka, Prapat, dan Brastagi di Sumatera.

Negara yang mengalami kekosongan pemerintahan sangat berbahaya. Situasi darurat menjadi latar belakang terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia disingkat PDRI di Bukittinggi Sumatera Barat. PDRI diketuai oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang mengambil inisiatif mengumumkan berdirinya pemerintah darurat sebagai pemerintahan alternatif.

Mr. Sutan Mohammad Rasjid dalam buku Sekitar PDRI – Pemerintah Darurat Republik Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1982) menulis, “Secara hukum (yuridis) dinyatakan di sini bahwa kedua kawat tanggal 19 Desember 1948 itu adalah sumber Hukum berdirinya PDRI seperti juga Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, adalah sumber Hukum berdirinya Republik Indonesia.

PDRI merupakan tonggak sejarah perjuangan bangsa untuk menyelamatkan negara Republik Indonesia. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta beberapa jam sebelum meninggalkan Yogyakarta tanggal 19 Desember 1948 mengirim surat kawat (telegram) kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran, yang sedang melakukan kunjungan dinas ke Bukittinggi.

Surat kawat berbunyi sebagai berikut: “Mandat Presiden Soekarno/Wakil Presiden Hatta kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam 06.00 pagi, Belanda telah mulai serangannya atas Ibukota Yogyakarta. Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintah Republik Indonesia Darurat Di Sumatera. Yogyakarta, 19 Desember 1948. Presiden Soekarno. Wakil Presiden Moh. Hatta.” Surat kawat Presiden Soekarno itu tidak pernah sampai ke tangan Sjafruddin.

Kawat kedua tanggal yang sama, menyatakan jika ikhtiar Mr. Sjafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintah Darurat di Sumatera tidak berhasil, kepada Prof. Dr. Soedarsono, Palar, Mr. A.A. Maramis di New Delhi dikuasakan untuk membentuk Exile Government Republik Indonesia di India.

Pembentukan PDRI diputuskan pada tanggal 19 Desember 1948 dalam pertemuan Mr. Sjafruddin Prawiranegara dengan Mr. T.M. Hasan (Komisariat Pemerintah Pusat) di Bukittinggi. Kabinet PDRI diumumkan oleh Sjafruddin Prawiranegara di Halaban, Payakumbuh, di daerah perkebunan teh di lereng Gunung Sago, pada 22 Desember 1948.

Untuk mengenang sejarah, Pemerintah membangun Museum PDRI di Koto Tinggi, Sumatera Barat, sebuah nagari (desa) bersejarah dalam perjuangan membela kemerdekaan Republik Indonesia.

Sjafruddin dan kawan-kawan seperjuangan memimpin PDRI dari hutan dan bergerilya dari satu nagari (desa) ke nagari lainnya di wilayah Minangkabau. PDRI tidak pernah lama di suatu tempat, tetapi bersifat mobile di daerah Minangkabau. Dalam susunan Kabinet Darurat PDRI, Mr. T. Mohammad Hasan sebagai Wakil Ketua merangkap Menteri Dalam Negeri, Pendidikan & Kebudayaan dan Agama, Mr. Sutan Mohammad Rasjid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial, Pembangunan dan Perburuhan, Panglima Besar Angkatan Perang ialah Letjen Sudirman (Jenderal Sudirman). Dalam buku Mohamad Roem 70 Tahun Pejuang-Perunding (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) Sjafrudin Prawiranegara mengatakan PDRI pada saat itu adalah satu-satunya Pemerintah yang sah.

PDRI didukung secara moril dan materil oleh pengorbanan rakyat di Minangkabau dan dikawal oleh pasukan tentara yang bergerilya.

Pemerintah Darurat memiliki arti penting dari sudut historis dan strategi perjuangan di dalam Perang Kemerdekaan. Perjuangan gerilya dan perjuangan diplomasi, dua cara perjuangan yang tak terpisahkan satu sama lain.

Peran PDRI menjadi bukti konkrit bahwa negara Republik Indonesia tidak bubar sebagaimana diberitakan radio Hilversum di Belanda. Stasiun Radio Koto Tinggi memainkan peran penting sebagai saluran komunikasi PDRI dengan daerah lain di Sumatera, Jawa dan luar negeri.

Pejuang demokrasi dan mantan Wakil Ketua DPR-RI A.M. Fatwa selaku Ketua Umum Panitia Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara tahun 2011 dalam sambutan buku Mr. Sjafruddin Prawiranegara Pemimpin Bangsa Dalam Pusaran Sejarah (Jakarta: Republika, 2011) mengemukakan, “Sudah terlalu lama bangsa ini tidak objektif di dalam membaca sejarahnya.

Satu fase penting di dalam sejarah perjuangan fisik Republik Indonesia yaitu terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 dengan tokoh utamanya, Mr. Sjafruddin Prawiranegara.”

Lukman Harun dalam tulisan berjudul “Hari-Hari Terakhir PDRI” dimuat di buku Pak Natsir 80 Tahun, Buku Pertama, Pandangan dan Penilaian Generasi Muda (Jakarta: Media Dakwah, 1988), menuturkan kesaksiannya sewaktu ikut hadir menyaksikan rapat umum di lapangan sepak bola Koto Kaciek Kewedanaan Suliki tanggal 7 Juli 1949. Rapat umum dihadiri tidak kurang dari 5.000 orang.

Saat itu berpidato Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Dr. J. Leimena, Mohammad Natsir, dan terakhir Mr. Sjafruddin Prawiranegara.

Sjafruddin dalam pidatonya, sebagaimana dicatat Lukman Harun, mengatakan, “Kalau akan hancur lebih baik sama-sama, kalau akan tenggelam sama-sama, tetapi saya yakin kalau bersama-sama kita tidak akan tenggelam.

Waktu mendirikan PDRI kita bukan untuk merebut pangkat dan kursi karena kita sering duduk di atas lantai. Tetapi oleh karena perbuatan kita ini didasarkan atas kejujuran pada rakyat dan pada Tuhan, tokh kita selamat sampai esok atau lusa kita akan menyerahkan kekuasaan pada Pemerintah Soekarno-Hatta kembali.”

Dalam epilog PDRI, setelah Yogya kembali, Sjafruddin selaku Ketua PDRI datang sendiri ke Yogyakarta untuk mengembalikan mandat PDRI kepada Presiden Soekarno dalam sidang kabinet yang dipimpin oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 13 Juli 1949.

Hari itu Yogyakarta kembali ke dalam wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia sesuai hasil perundingan utusan Indonesia yang ditunjuk Soekarno dari tempat pembuangannya, yaitu Mr. Mohamad Roem dengan pihak Belanda atau dikenal sebagai perundingan Roem-Van Royen tanggal 7 Mei 1949.

Perundingan Roem-Van Royen sempat menimbulkan polemik di kalangan pemimpin PDRI. Sikap kenegarawanan Sjafruddin Prawiranegara dalam episode prolog dan epilog PDRI, meneladankan bagaimana meletakkan kepentingan bangsa dan negara serta keutuhan Negara Republik Indonesia di atas segala-galanya.

Dalam Seminar Memperingati Satu Abad Sjafruddin Prawiranegara tahun 2011, Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003 – 2008, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, menegaskan secara hukum tidak perlu ada keraguan bagi kita untuk menyatakan bahwa Sjafruddin Prawiranegara selaku Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan tanggal 13 Juli 1949 adalah kepala negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia yang sah. Dalam sistem UUD 1945, kepala negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia itu, tiada lain adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Pahlawan Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia Mohammad Hatta menyebut Ketua PDRI sebagai Presiden Darurat.

Sejarah membuktikan, Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera Barat, sebagaimana ditulis Lukman Hakiem dalam Pemimpin Bangsa Dalam Pusaran Sejarah, bukan sekadar mengisi kekosongan pemerintahan, tetapi PDRI lahir untuk menyambung eksistensi Negara Republik Indonesia yang sejak 19 Desember 1948 oleh pemerintah kolonial Belanda dianggap telah lenyap dari peta bumi, karena ibukota Yogyakarta, Presiden, Wakil Presiden, dan para pemimpinnya telah mereka tawan dan dibuang jauh ke pulau Sumatera.

Saya sependapat dengan wartawan senior Hasril Chaniago dalam artikel PDRI dan Peringatan Hari Bela Negara (www. detik.com 18/12/2024) bahwa Hari Bela Negara 19 Desember seyogyanya diperingati secara nasional di seluruh Tanah Air, sama dengan Hari Pahlawan 10 November atau Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober.

Sebab, jika dilihat dari intensitas dan luasnya cakupan peristiwa, lama kejadian, dampak serta besarnya pengorbanan rakyat, tak diragukan lagi bahwa peristiwa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berlangsung selama hampir tujuh bulan (19 Desember 1948 – 13 Juli 1949) jelas mengandung bobot sejarah.

Dalam konteks tersebut kesadaran bela negara perlu senantiasa digelorakan di hati generasi muda dan menjadi inspirasi dalam menjaga kedaulatan Tanah Air, keutuhan negara dan keselamatan bangsa dalam segala aspek pertahanan dan ketahanan di tengah tantangan nasional, regional dan global. Hari Bela Negara milik seluruh bangsa Indonesia.***

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *