Biaya Haji 2025 Belum Final, JCH Minta Pemerintah Bisa Meringankan Jamaah
BATAM – Calon Jamaah Haji (CJH) Indonesia termasuk di Kepulauan Riau (Kepri) menunggu keputusan pemerintah pusat, berapa biaya atau ongkos haji tahun 1446H/2025.
Terjadi pro dan kotra ongkos haji di tengah masyarakat, ada yang bilang ongkos haji tahun ini naik. Masyarakat yang sudah melakukan persiapan haji tahun ini, berharap agar ongkos haji turun.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 93.389.684,99 atau sekitar Rp 93,3 juta.
Usulan ini merujuk pada nilai tukar Dolar Amerika sebesar Rp 16.000 dan Riyal Arab Saudi sebesar Rp 4.266,67. Sementara itu, besaran yang dibayarkan oleh jemaah haji 2025 atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) mencapai Rp 65,3 juta.
Artinya, tahun ini mengalami kenaikan dalam ongkos biaya haji. Padahal tahun 2024, satu orang jamaah dikenai biaya Rp 56,04 juta.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menanggapi usulan biaya haji 2024 yang tengah ramai dibahas, khususnya dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Haji DPR. Sebagai organisasi Islam dengan basis massa terbesar di Indonesia, NU memiliki perhatian besar terhadap kebijakan haji.
Gus Yahya menjelaskan salah satu faktor utama yang mempengaruhi biaya haji adalah nilai tukar mata uang. Sebab, seluruh kegiatan ibadah haji berlangsung di Arab Saudi dan menggunakan mata uang riyal. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap riyal menjadi aspek yang sangat menentukan besaran biaya yang harus ditanggung jemaah.
“Kalau dilihat dari harga-harga di sana, menurut teman-teman yang terlibat dalam pengelolaan haji, sebenarnya perubahan harga di Arab Saudi itu tidak terlalu signifikan. Harga-harga di sana relatif stabil. Masalahnya ada pada nilai tukar rupiah terhadap riyal yang berubah-ubah,” ujar Gus Yahya saat jumpa pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025), dilansir detikcom.
“Jadi, biaya dalam rupiah naik bukan karena harga di Arab Saudi, tetapi karena fluktuasi nilai tukar,” papar Gus Yahya.
Ia menekankan persoalan ini bukan sekadar soal efisiensi manajemen dalam pengelolaan haji, tetapi juga terkait dengan kinerja ekonomi nasional secara lebih luas. Stabilitas nilai tukar, kata Gus Yahya, mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan yang berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan jemaah haji. Pihaknya berharap pemerintah dan DPR bisa menetapkan biaya yang meringankan jemaah.
“Kita harus memahami bahwa ini bukan hanya soal manajemen yang efisien, tetapi juga kinerja ekonomi nasional. Pemerintah dan DPR perlu bekerja sama untuk menetapkan biaya haji yang paling meringankan bagi jamaah, sejalan dengan situasi ekonomi yang ada,” tambahnya.
Gus Yahya juga menyampaikan keyakinannya bahwa pemerintah bersama DPR akan berupaya sebaik mungkin dalam menentukan besaran biaya haji. Baginya, yang terpenting adalah memastikan kebijakan tersebut dapat memberikan keringanan bagi jemaah, mengingat ibadah haji adalah kewajiban bagi umat Islam yang mampu secara finansial. (bas)
Editor: Tunas