TANJUNGPINANG

Bangkrut, Berutang di Antara Janji Kampanye

Oleh Robby Patria, Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)/ Alumni Sekolah Demokrasi (Sekdem) LP3ES

Membaca berita media online gubernur Kepri rencana mau meminjam duit ke Bank Riau Kepri Rp500 miliar. Walikota Tanjung Pinang mau pinjam duit Rp150 miliar untuk atasi banjir.
Tanda daerah ini bermasalah.

Kalau perusahaan bisa disebut bangkrut karena pendapatan lebih kecil dari belanja. Atau kata pepatah besar pasak dari tiang. Kepemimpinan yang ada tak efektif mencarikan solusi mengatasi defisit keuangan yang melebar.

Mereka mungkin mau ikut gaya Jokowi mengelola Indonesia dengan pinjaman. Akhirnya presiden pengganti sibuk bayar utang hingga Rp8000 triliun. Pemimpin yang baik harus hati -hati mengelola keuangan daerah dengan desifit yang besar dan ditambah pinjaman kepada bank.

Apalagi waktu pengembalian singkat. Berapa besar biaya bunga bank yang harus ditanggung ke depan harus dijelaskan kepada publik.Semoga rencana tersebut dapat dipertimbangkan lagi.

Derita daerah

Pemerintah memangkas dana transfer pusat ke daerah (TKD) tahun anggaran 2026. Dalam RAPBN 2026, anggaran TKD ditetapkan Rp650 triliun. Nominal itu turun 24,8 persen dari proyeksi 2025 sebesar Rp864,1 triliun. Penurunan itu akan membuat pemerintah daerah pontang panting mencari duit guna menutupi kekurangan pendapatan untuk belanja.

Pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau akan semaput atau kekurangan duit untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik jika tak diantisipasi dengan baik melalui efesiensi mendalam.

Jika tahun 2025 sudah terjadi efesiensi, maka 2026 jauh lebih dalam lagi karena dana tranfer pemerintah pusat ke daerah jauh berkurang.
Andai belanja pegawai masih di posisi 50 persen dari total APBD daerah maka, dapat dibayangkan tak ada perubahan besar dalam pembangunan daerah selama periode pertama mereka berkuasa. Janji tinggal janji kena borak saja. Harapan tinggi masyarakat untuk daerah mereka tambah maju tinggal angan angan.

Kenaikan Pajak

Kebijakan Bupati Pati Sudewo yang sempat menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) hingga 250 persen, dinilai sebagai salah satu upaya mendongkrak pendapatan asli daerah. Kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan usai ditolak dan didemo rakyatnya.

Banyak daerah melakukan hal yang sama karena ingin menyelamatkan celah fiskal yang sempit. Namun masalahnya tidak sederhana. Rendahnya perputaran ekonomi daerah menyebabkan warga tidak punya daya beli dan konsumsi menurun
Sehingga pendapatan warga pas pasan untuk sekedar mencukupi kebutuhan kehidupan sehati hari.

Apalagi biaya biaya pendidikan bukan turun, tapi malah naik. Termasuk di sekolah sekolah swasta. Pajak daerah diharapkan untuk menampal bolongnya pendapatan.

Daerah seperti Batam yang mandiri secara pendapatan tak terasa goncangan efesiensi. Karena PAD dan retribusi dari usaha swasta masih mencukupi sesuai target bahkan PAD sudah menyumbangkan lebih dari 50 persen struktur APBD.

Sementara daerah model Tanjungpinang, Natuna, Anambas, Lingga dan Bintan harus kreatif mencari trobosan agar pendapatan mereka tidak terjun bebas.

Tahun 2025 sudah menjadi pelajaran bagi pemda, bahwa visi dan misi kampanya tak dapat dilaksanakan pembangunan karena disebabkan minimya duit daerah.

Sementara rakyat terus menagih supaya daerah memiliki kemampuan untuk membantu rakyat nya mulai dari bansos, infrastruktur, pendidikan, Kesehatan.

Kepala daerah yang memiliki ide kreatif akan berupaya mencari sumber penerimaan baru, salah satunya dengan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan. Serta mengoptimalkan pajak kendaraan bermotor.

Lagi -lagi daerah yang jumlah sepeda motor sedikit tak banyak memberikan sumbanhan ke PAD. Inilah tantangan disentralisasi daerah daerah di Indonesia masih belum mandiri. Perlu disusui pemerintah pusat melalui dana transfer ke daerah. Ketika rakyat menagih janji kampanye, kepala daerah yang pandai berkelit tinggal bilang, pemerintah pusat sedang melakukan efesiensi. ***

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *