80 Tahun Republik Indonesia Menuju Kepri Merdeka Sinyal

Di usia 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Provinsi Kepulauan Riau terus berupaya menyatukan seluruh wilayah yang terbagi oleh lautan dengan komunikasi tak terbatas. Merdeka sinyal.
Kepulauan Riau sebagai salah satu provinsi yang menjadi beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki luas 425.214.72 km2 yang terbagi 417.012.97 km2 lautan dan 8.201.72 km2 daratan.
Provinsi ini terbagi atas 2408 pulau. Sebanyak 394 di antaranya berpenghuni dan 22 merupakan pulau terdepan yang berbatasan dengan sejumlah negara tetangga: Singapura, Malaysia, Vietnam dan Kamboja.
Dengan kondisi geografis tersebut, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Dinas Komunikasi dan Informatika berupaya memutus keterisoliran dengan saluran komunikasi – memangkas keterbatasan warga di kawasan terpencil untuk dapat mengakses informasi dan berkomunikasi dengan dunia luar.
Semangat ini tertuang dalam salah satu misi Pemprov Kepri di bawah kepemimpinan Gubernur Ansar Ahmad dan Wakil Gubernur Nyanyang Haris Pratamura, yakni bertekad melaksanakan tata kelola pemerintahan yang bersih, terbuka, berbasis teknologi informasi dan berorientasi pelayanan.
Dengan misi ini Gubernur Ansar dan Wagub Nyanyang bercita-cita meningkatkan pelayanan berbagai sektor kehidupan masyarakat. Mulai dari pendidikan, kesehatan, perikanan, perkebunan, perdagangan, usaha mikro dan kecil menengah, serta sektor-sektor lain yang bermuara kepada peningkatan sumber daya manusia Kepulauan Riau yang sehat, cerdas, dan sejahtera.
Peningkatan layanan telekomunikasi dan akses internet menyeluruh tentu saja akan memberi dampak positif yang merata di seluruh lapisan masyarakat.
Petani, nelayan, pelaku UMKM dapat mengakses informasi pasar dan berkomunikasi dengan banyak pihak untuk memasarkan produk yang dihasilkan.
Guru, dan tenaga kependidikan serta siswa yang ada di pelosok akan memiliki ruang lebih dalam mengakses pengetahuan – setara dengan kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan.
Demikian pula tenaga kesehatan yang memiliki kesempatan untuk melakukan pemantauan maupun konsultasi kesehatan jarak jauh.
Dan yang tidak kalah penting, aparat desa maupun pelayan publik yang bertugas di daerah pelosok dapat mengecap kemudahan dalam melaksanakan kegiatan administrasi melalui aplikasi layanan pemerintah berbasis elektronik.
“Upaya peningkatan layanan berbasis digital adalah untuk memaksimalkan pelayanan informasi bagi masyarakat. Telekomunikasi dan internet memudahkan berbagai aktivitas masyarakat dan aparatur. Lebih cepat, singkat, real time, terukur dan terstruktur,” kata Gubernur Ansar.
Dan seiring itu, Pemerintah Provinsi Kepri melalui Diskominfo juga gencar mengembangkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada pengguna.
Saat ini terdapat 85 aplikasi telah dijalankan dan dikembangkan.
( tolong dibuat infografis berdasarkan data ini: https://kiis.kominfo.kepriprov.go.id/projects
SPBE dijalankan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel; mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya; dan mewujudkan sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu.
BTS Membuka Kawasan Terisolir
Mari kita kilas balik pada masa Pandemi Covid19. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kala itu membatasi ruang gerak masyarakat.
Segala aktivitas di luar rumah dibatasi. Pemberlakuan lockdown mengharuskan warga tetap berada di rumah. Operasional perkantoran ditutup. Demikian pula kegiatan pendidikan.
Aktivitas belajar mengajar, juga pekerjaan yang bersifat kontak langsung digantikan pertemuan di ruang daring – lewat video conference. Kebutuhan internet meningkat.
Namun kondisi ini menuai masalah. Masyarakat yang tinggal di kawasan tertinggal, terdepan dan terluar (3T) seakan semakin terisolir.
Mereka tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar. Ruang gerak aparatur desa kian terbatas karena kegiatan administrasi hanya bisa dilakukan secara elektronik – lewat pesan platform percakapan atau melalui surel.
Berangkat dari kondisi ini, Gubernur Kepri Ansar Ahmad di bulan pertama menjabat, Februari 2021, menemui Menteri Komunikasi dan Informatika (sekarang Komdigi) dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo.
Gubernur Ansar meminta percepatan penyediaan infrastruktur digital untuk penyediaan internet di kawasan 3T dan Non 3T namun tertinggal. Sebagai timbal balik Pemprov Kepri memberikan kemudahan perizinan dan penyediaan lahan.
Upaya Gubernur Ansar ini membuahkan hasil. Kemenkominfo bersama BAKTI kala itu mengalokasikan pembanguan 77 menara Base Transceiver Station (BTS). Sebanyak 35 BTS oleh BAKTI, dan 42 lainnya oleh operator komersial yang dibangun dalam jangka dua tahun. Di Kabupaten Natuna, Kepulauan Anambas, dan Kabupaten Lingga yang sebelumnya memiliki keterbatasan dalam hal layanan komunikasi.
Pembangunan BTS itu tampil sebagai solusi keterbatasan komunikasi dan internet khususnya di kawasan 3T dan Non 3T tapi tertinggal.
“BTS itu dibangun di pelosok-pelosok sehingga masyarakat di sana dapat berkomunikasi dan terhubung dengan banyak orang,” kata Gubernur Ansar Ahad awal Agustus 2025.
Desa-desa yang sebelumnya terisolir telah terbuka dan terhubung dengan dunia luar seiring keberadaan BTS tersebut. Sinyal telekomunikasi hadir memerdekakan warga yang sebelumnya tinggal di daerah sulit diakses.
Peningkatan jaringan selular bermuara pada meningkatnya layanan akses internet, mendukung kemudahan publik dalam mendapatkan layanan konektivitas. Masyarakat sekitar telah merasakan manfaat atas pembangunan BTS tersebut.
Lembaga pendidikan dan pelajar dapat mengakses internet guna mendukung aktivitas belajar mengajar, pemerintahan di tingkat desa sangat terbantu dalam hal layanan administrasi.
Layanan administrasi kini lebih praktis dan murah karena dilakukan daring (online). Demikian pula internet dan layanan komunikasi telah memberi kesempatan masyarakat pelosok dalam mendapatkan peluang usaha.
Usaha mikro dan kecil menengah (UMKM) perlahan bermunculan. Masyarakat tak hanya mengandalkan transaksi atau memasarkan produk yang dihasilkan secara manual.
Masyarakat desa telah merambah dunia e-commerce, berjual beli barang atau jasa melalui media elektronik, khususnya internet.
Lebih dari itu, adanya layanan selular dan internet juga telah meningkatkan layanan kesehatan di pedesaan. Akses informasi, konsultasi jarak jauh dan pemantauan kesehatan jarak jauh kini cenderung terbuka.
“Guru-guru tidak perlu lagi datang langsung mengurus kenaikan pangkat. Semua bisa serba elektronik,” tambah Gubernur Ansar.
Area di Kepulauan Riau yang tadinya masuk kategori blankspot – tidak memiliki akses sinyal komunikasi atau internet – kini telah terlayani. Pekerjaan dilakukan lebih praktis, efisien, dan murah.
Merdeka Sinyal
Infrastruktur digital di Kepulauan Riau tergolong sangat pesat. Ini dibuktikan dengan ditetapkannya Kepri sebagai salah satu dari 7 provinsi di tanah air dengan capaian tertinggi Indeks Daya Saing Digital (Competitiveness Digital Index). Kepri terpilih sebagai satu-satunya provinsi di luar Pulau Jawa.
Hasil studi East Vebtures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) tahun 2021, Kepri menempati posisi ketujuh sebagai provinsi destinasi investasi industri teknologi digital, sebagai daerah dengan skosistem digital paling menjanjikan di Indonesia.
Progres pembangunan infrastruktur digital di Kepri terus meningkat. Di tahun 2022, Kepulauan Riau masih membutuhkan 34 titik pembangunan BTS lagi agar seluruh kawasan bebas blankspot.
Dua tahun berselang, di tahun 2024, titik blankspot di Kepri bersisa sebanyak 22 titik. Terdapat pengurangan 17 titik blankspot pada rentang waktu tersebut.
Di medio 2025, dua kota di Kepri: Batam dan Tanjungpinang sudah 100 persen merdeka sinyal.
Sedangkan lima kabupaten lainnya: Bintan, Karimun, Lingga, Kepulauan Anambas dan Natuna tengah digesa menuju ke arah itu.
Sebanyak 295 kawasan di 275 desa di lima kabupaten tersebut telah merdeka sinyal, 124 kawasan tergolong lemah sinyal dan 22 kawasan lainnya masih dalam kategori blankspot.
Data Merdeka Sinyal di 5 kabupaten di Provinsi Kepri hingga Juli 2025:
Kabupaten Bintan
Lemah Sinyal : 21
Bankspot : 2
Merdeka Sinyal : 13
Kabupaten Kepulauan Anambas
Lemah Sinyal : 29
Blankspot : 1
Merdeka Sinyal : 22
Kabupaten Lingga
Lemah Sinyal : 35
Blankspot : 11
Merdeka Sinyal : 29
Kabupaten Natuna
Lemah Sinyal : 20
Blankspot : 8
Merdeka Sinyal : 62
Kabupaten Karimun
Lemah Sinyal : 19
Blankspot : –
Merdeka Sinyal : 23
Total :
Lemah Sinyal : 124
Blankspot : 22
Merdeka Sinyal : 149
==============================================
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kepri, Hendri Kurniadi, mengatakan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau kini tengah berupaya menambah pembangunan BTS untuk menuntaskan area blankspot dan lemah sinyal.
Pemprov Kepri melalui Dinas Kominfo kini tengah gencar mendata titik lokasi blankspot dan lemah sinyal.
“Upaya lainnya adalah dengan berkoordinasi secara intens dengan Kemkomdigi mengingat kewenangan infrastruktur telekomunikasi berada di Pemerintah Pusat,” terang Hendri.
Jumat, 25 Juli 2025, Pemerintah Provinsi Kepri – diwakili Wakil Gubernur Nyanyang Haris Pratamura dan Kadis Kominfo Hendri Kurniadi – beraudiensi dengan Kementrian Komunikasi dan Digital di Jakarta.
Kepada Wamenkomdigi Nezar Patria dan Dirjen Teknologi Pemerintahan Digital Komdigi Mira Tayyiba, Wagub Nyanyang kembali memaparkan data eksisting infrastruktur digital dan tingkat penyebarannya. Bahwa Pemerintah Provinsi Kepri telah mengidentifikasi 22 titik blankspot dan 124 daerah lemah sinyal yang tersebar di lima kabupaten: Bintan, Anambas, Lingga, Natuna, dan Karimun.
Beberapa wilayah seperti Natuna dan Anambas yang masuk kategori 3T dan Non 3T namun tertinggal disampaikan Wagub membutuhkan prioritas penanganan, termasuk juga Tambelan, Dabo, dan Lingga.
Audiensi itu memberi lampu hijau. Kemkomdigi berkoordinasi dengan BAKTI Komdigi untuk menindaklanjuti rencana pembangunan BTS di kawasan Blankspot Kepulauan Riau. Termasuk pula peningkatan bandwitch di kawasan lemah sinyal.
Nezar Patria menyatakan data disampaikan Pemprov Kepri melalui Diskominfo telah lengkap dan menjadi dasar bagi Bakti Komdigi untuk segera bergerak menindaklanjuti upaya menuntaskan area blankspot dan lemah sinyal di Kepulauan Riau.
Percepatan penyediaan infrastruktur TIK – komponen fisik dan perangkat lunak untuk mendukung operasional, pemrosesan, penyimpanan dan penyampaian informasi dalam lingkungan teknologi informasi – di wilayah 3T menjadi prioritas nasiolan dan selaras dengan agenda pemerataan transformasi digital.
“Dalam waktu dekat ini Kominfo Kepri akan duduk bersama Komdigi dan Bakti untuk menindaklanjuti hal tersebut,” pungkas Hendri.
Pengembangan Kawasan AI dan Pusat Data
Lebih dari upaya menuntaskan area blankspot dan lemah sinyal. Pemerintah Provinsi Kepri melalui Diskominfo, tengah gencar melakukan pengembangan kawasan Artificial Intelligence (AI) serta pusat data berskala nasional.
Proyek ambisius ini rencananya akan dikembangkan di Pulau Bintan. Lahan seluas 3.000 hektare lahan eks tambang tersedia dan dinilai sangat memungkinkan. Kawasan dimaksud memiliki potensi energi terbarukan (air, solar, angin) serta memiliki akses langsung ke jaringan kabel laut internasional.
“Ini bukan sekadar infrastruktur digital. Ini adalah lompatan strategis agar Kepri menjadi beranda digital NKRI,” ujar Wagub Nyanyang Haris.
Proyek ini juga akan mengintegrasikan pasokan listrik hingga 1 gigawatt, klasifikasi data terbuka untuk layanan cloud pihak ketiga, serta dukungan Program Revitalisasi Nasional (PRN) untuk pengembangan energi di kawasan Tanjunguban dan Kijang.
Kemkomdigi, seperti disampaikan Wamen Nezar Patria memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif Pemprov Kepri.
Dirjen Teknologi Pemerintahan Digital Komdigi, Mira Tayyiba, menegaskan bahwa pembangunan kawasan AI dan pusat data merupakan proyek strategis yang sepenuhnya dibiayai oleh sektor swasta, namun Pemda tetap harus dilibatkan secara aktif.
“Pemerintah daerah kami dorong untuk memperoleh kontribusi minimal 15 persen dari total nilai investasi. Ini bentuk kolaborasi yang adil antara pusat, daerah, dan swasta,” ujar Mira.
Ia juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi hijau dalam operasionalisasi proyek.
“Pembangunan data center harus berbasis energi terbarukan dan sistem pendingin yang efisien. Kebutuhan daya untuk pemrosesan AI sangat besar, sehingga pendekatan ramah lingkungan menjadi mutlak,” pungkasnya. (*/Ron/Jlu)