Ribuan Umat Buddha Ikuti Indonesia Tipitaka Chanting & Āsālha Mahāpūjā

MAGELANG, katasiber – Ribuan umat Buddha dari dalam dan luar negeri mengikuti Indonesia Tipitaka Chanting & Āsālha Mahāpūjā 2569/2025.
Acara ini berlangsung di Candi Borobudur, Sabtu (5/7/2025).
Giat bertaraf internasional ini menjadi momentum peringatan hari suci Asalha, yakni hari saat pertama kalinya Buddha membabarkan Dhamma kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana (Sarnath).
Asalha juga diperingati sebagai hari terbentuknya Sangha atau komunitas bhikkhu, serta munculnya Tiga Permata umat Buddha: Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Ketua Panitia Indonesia Tipitaka Chanting, S. Tony Coason, menyampaikan bahwa kegiatan ini telah rutin diselenggarakan sejak tahun 2015 oleh Sangha Theravada Indonesia (STI), dan tahun ini memasuki pelaksanaan ke-11.
“Peserta tahun ini mencapai 2.007 orang yang berasal dari seluruh pelosok Indonesia, dan juga dari luar negeri seperti Thailand, Kamboja, Sri Lanka, Inggris, Amerika, Australia, Singapura, dan Malaysia,” ujar Tony, dilansir laman resmi kementerian agam RI.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan dimulai dengan pelaksanaan delapan sila oleh para peserta, sebagai bentuk komitmen moral umat Buddha. “Umat Buddha pada hari-hari biasa menjalankan lima sila, tapi pada hari khusus seperti ini, mereka menjalankan delapan sila,” jelasnya.
Selanjutnya, peserta membacakan sutta, bagian dari kitab suci Tipitaka, selama tiga hari berturut-turut. Bacaan sutta yang dipilih setiap tahun berbeda-beda dan berkelanjutan. Pada hari kedua, para peserta juga mengikuti ritual pradaksina mengelilingi stupa agung Candi Borobudur.
“Di hari ketiga akan dilakukan pembacaan sutta kembali, penutupan Tipitaka Chanting, dan dilanjutkan dengan Asalha Mahapuja. Prosesi puja ini diawali dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur dan diikuti oleh sekitar 2.000 peserta ITC ditambah peserta umum, total diperkirakan mencapai 11.000 orang,” jelasnya.
Tahun ini, panitia juga menghadirkan empat kereta prosesi. Pertama, Kereta Kencana Mahadhatu yang membawa relik Buddha, berupa sisa jasmani setelah kremasi. Kedua, Kereta Tipitaka yang membawa kitab suci Tipitaka. Ketiga, Kereta Dhammacakka yang melambangkan peristiwa Asalha, dengan roda Dharma di tengahnya. Keempat, Kereta Stambawijaya yang membawa pilar Asoka.
“Pilar ini merupakan simbol ajaran Raja Asoka yang sangat berjasa bagi pengembangan agama Buddha di India. Salah satu pilar tersebut memuat himbauan penting, bahwa menghormati agama sendiri berarti juga menghargai agama orang lain. Nilai ini menjadi pedoman bagi kita untuk hidup rukun,” terang Tony.
Ia mengapresiasi antusiasme peserta yang terus meningkat dari tahun ke tahun. “Kami berharap dengan kegiatan ini, umat Buddha bisa kembali membaca kitab suci, belajar dari ajaran Guru Agung kita, dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga Indonesia Tipitaka Chanting bukan sekadar perayaan, tetapi juga menjadi sarana untuk mendalami Dhamma dan menjadi teladan dalam hidup,” pungkasnya. (*)