TANJUNGPINANG

Kebutuhan Kelapa untuk Masa Depan di Kepri Perlu Perhatian

Pohon kelapa sedang berbuah lebat.

TANJUNGPINANG – Kurun waktu satu tahun belakangan ini, harga santan kelapa di Tanjungpinang melonjak dari Rp20 ribu Sekilo menjadi Rp30 ribu, bahkan bisa lebih.

Harga ini tidak turun-turun hingga saat ini. Karena itu, produksi kelapa untuk masa depan di Kepri harus menjadi perhatian terutama dari pemerintah.

Petani di Kepri butuh bantuan bibit kelapa dan juga pupuk subsidi. Sehingga, penanaman kelapa bisa dilakukan secara massal untuk kebutuhan masa depan.

Beberapa tahun lalu, mantan Penjabat (Pj) Gubernur Kepri Bahtiar Baharuddin pernah menyampaikan, 10 tahun ke depan akan banyak pohon kelapa di Kepri yang menua dan tidak produksi lagi.

Saat itu terjadi, maka kebutuhan kelapa di Kepri makin sulit. Sehingga, harganya makin mahal. Prediksinya tersebut bahkan sudah terjadi sebelum 10 tahun.

Karena, tahun 2020, Bahtiar sudah menyerukan agar warga Kepri menanam kelapa. Selain untuk kebutuhan lokal, kelapa bisa diekspor.

Dan itu sudah dilakukan dari Karimun untuk Malaysia dan Bintan untuk Jerman. Bahkan, salah satu pabrik di Lobam Bintan juga memproduksi santan kelapa kemasan.

Kebutuhan kelapa setiap hari sangat tinggi di Kepri. Harganya pun melambung dan produksi kelapa lokal tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar.

Kelapa pun banyak yang didatangkan dari luar dari seperti Jambi dan Riau. Terdengar juga kabar dari pedagang, kelapa dari dua daerah itu banyak juga yang diekspor ke Malaysia. Jadinya, harga kelapa terus meningkat.

Sementara itu, Tanjungpinang bukan penghasil kelapa dalam jumlah besar. Bahkan, kebutuhan kelapa Tanjungpinang didatangkan dari Natuna.

Bintan merupakan salah satu penghasil kelapa di Kepri. Namun kebanyakan dijual di Batam. Meski demikian, tetap tidak mencukupi kebutuhan kelapa di Batam dan masih didatangkan dari luar daerah.

Keluhan tentang kebutuhan kelapa masa depan ini sudah disampaikan pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Kesehatan Hewan Pemprov Kepri kepada anggota DPR-RI Dapil Kepri, Mayjend (Purn) Sturman Panjaitan baru-baru ini.

Sturman pun langsung mencacatnya agar dicari solusinya bersama kementerian terkait. Sehingga akan dibuat program pengadaan bibit kelapa ke depannya.

Kebutuhan kelapa di Kepri sangat tinggi karena sebagian olahannya diekspor ke luar negeri. Belum lagi kebutuhan 2,26 juta jiwa penduduk Kepri.

Kebutuhan kelapa ini makin tinggi lantaran jumlah wisatawan mancanegara (Wisman) yang datang ke Kepri dalam setahun mencapai 1,6 juta jiwa.

Itu di luar kebutuhan wisatawan nusantara (Wisnus) yang jumlahnya mencapai 4-5 juta jiwa setahun. Wajar jika kebutuhan kelapa sangat tinggi di Kepri.

Sementara Kepri hanya 4 persen luas daratannya dan 96 persen lautan. Perkebunan kelapa pun tidak luas di daerah ini.

Banyak juga masyarakat yang memiliki pohon kelapa meski jumlahnya hanya hitungan jari hingga belasan pokok. Cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan tetangganya saja.

Berdasarkan penuturan salah seorang petani kelapa di Bintan, saat ini keperluan kelapa tua (untuk santan) sangat tinggi. Sementara produksi kelapa tua sudah berkurang.

Hal itu dikarenakan petani lebih memilih panen kelapa muda dibandingkan kelapa tua. Harganya lebih mahal dan lebih praktis.

Untuk kelapa tua, memerlukan biaya tambahan yakni mengupasnya. Sedangkan kelapa muda, tinggal petik lalu dijual ke penampung atau pedagang.

“Udah lebih untung jual kepala muda sekarang ini. Apalagi Batam itu tingkat kebutuhan kelapa muda sangat tinggi. Makanya, banyak permintaan kelapa tua, tapi tak bisa kita penuhi lagi,” ucap salah seorang petani kelapa yang meminta namanya tak disebutkan.

Bahtiar sendiri pernah mengajak masyarakat Kepri untuk menanam 1 miliar pohon kelapa. Pulau kosong sebaiknya ditanami kelapa untuk kebutuhan masa depan dan ekspor. (Martunas)

Editor : Abas

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *