Amsakar Soroti Tren Perceraian di Batam, Penguatan Keluarga Jadi Fokus Utama

Batam Darurat Perceraian, Walikota Amsakar Tancap Gas Perkuat Ketahanan Keluarga
BATAM, katasiber – Di balik geliat ekonomi dan dinamika kehidupan kota industri, Batam menyimpan satu persoalan sosial yang kini menjadi perhatian serius Pemerintah Kota, meningkatnya angka perceraian. Fenomena itu tak hanya berbicara soal perpisahan dua insan, tetapi juga menyangkut ketahanan keluarga, masa depan anak, serta kualitas kehidupan sosial masyarakat.
Kesadaran itulah yang disampaikan Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, saat membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Batam Masa Bhakti 2025–2030 di Kantor Wali Kota Batam, Senin (29/12/2025).
Di hadapan para pemangku kepentingan lintas sektor, Amsakar menuturkan keprihatinannya.
Ia menyebut, angka perceraian di Batam masih tergolong tinggi dibandingkan daerah lain di Kepulauan Riau, dan bahkan menunjukkan tren kenaikan dalam lima tahun terakhir.
“Ketahanan keluarga adalah pondasi peradaban. Jika pondasi itu rapuh, maka persoalan sosial lain akan ikut bermunculan,” ujarnya dengan nada reflektif.
Berdasarkan catatan tahun 2024, persentase perceraian di Batam mencapai 6,32 persen lebih tinggi dibanding Kota Tanjungpinang (5,82 persen) dan Kabupaten Kepulauan Anambas (4,18 persen).
Trennya pun terus meningkat:
2020 tercatat 1.963 kasus,
2021 sebanyak 2.015 kasus,
2022 mencapai 2.045 kasus,
2023 naik menjadi 2.123 kasus,
dan pada 2024 menembus 2.329 kasus.
Bagi Amsakar, angka-angka itu bukan sekadar statistik.
Di baliknya ada cerita manusia: tekanan ekonomi, hubungan rumah tangga yang retak, beban psikologis anak, hingga dampak sosial yang tak kasatmata.
“Penanganan masalah keluarga harus berpijak pada data. Kita perlu memahami akar persoalan sebelum merumuskan solusi,” tegasnya.
Sejumlah penyebab dominan perceraian turut disorot:
— persoalan ekonomi,
— perselingkuhan,
— penyalahgunaan media sosial,
— kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
— serta pernikahan usia dini.
Menurut Amsakar, perkembangan teknologi membawa dua sisi: di satu sisi mempermudah komunikasi, namun di sisi lain bisa memicu jarak emosional dalam rumah tangga jika tidak bijak digunakan.
Pemerintah Kota Batam kini menempatkan penguatan ketahanan keluarga sebagai program prioritas. Edukasi pra-nikah dan pendampingan lintas sektor menjadi strategi utama — tidak hanya setelah masalah muncul, tetapi sejak tahap perencanaan perkawinan.
Amsakar meminta sinergi antara KUA, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga, Dinas Pendidikan, serta lembaga keagamaan dan pendidikan tinggi untuk merumuskan kebijakan taktis berbasis kolaborasi.
Isu keluarga, kata dia, juga berkaitan erat dengan agenda besar pembangunan manusia, termasuk pencegahan stunting.
“Pernikahan usia dini tidak hanya meningkatkan risiko perceraian, tetapi juga berdampak pada kualitas kesehatan anak. Karena itu, kedua isu ini harus kita tangani secara simultan dan berbasis data,” ucapnya.
Rakerda BP4 tahun ini tak sekadar forum rapat. Ia menjadi ruang dialog sekaligus komitmen bersama.
Pada penghujung kegiatan, dilakukan penandatanganan MoU Pembinaan Keluarga Sakinah antara BP4 Kota Batam dan sejumlah mitra strategis: Dinas P3AP2KB, Dinas Pendidikan, KUA se-Batam, STAI Ibnu Sina Batam, SMAN 1, dan SMKN 1 Batam.
Amsakar berharap, kerja bersama itu melahirkan program konkret yang menyentuh akar persoalan bukan hanya seremoni.
“BP4 telah memberi kontribusi besar dalam memfasilitasi pembinaan perkawinan. Semoga langkah ini semakin memperkuat keluarga Batam, karena keluarga yang kuat adalah kunci masa depan kota ini,” tuturnya.
Di tengah derasnya dinamika urban, penguatan keluarga kini bukan lagi pilihan melainkan keharusan. (bs)


