BATAM

Menapak Usia 198 Tahun dalam Balutan Melayu

BATAM, katasiber – Aula sidang DPRD Kota Batam pagi itu terasa berbeda. Kamis, 18 Desember 2025, ruang paripurna bukan sekadar menjadi tempat rapat, melainkan panggung sejarah dan kebudayaan. Di sanalah Hari Jadi Batam (HJB) ke-198 diperingati—khidmat, berwibawa, dan sarat nuansa Melayu.

Balutan busana adat Melayu dikenakan seluruh pimpinan dan anggota DPRD, kepala daerah, hingga tamu undangan.

Warna-warni songket dan tanjak seolah membawa ingatan kolektif Batam kembali ke akar jati dirinya, jauh sebelum kota ini dikenal sebagai kawasan industri dan perdagangan internasional.

Rapat Paripurna dipimpin langsung Ketua DPRD Kota Batam Haji Muhammad Kamaluddin, didampingi para wakil ketua DPRD. Hadir pula Wali Kota Batam Amsakar Achmad dan Wakil Wali Kota Li Claudia Chandra, Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura, unsur Forkopimda, tokoh adat LAMKR, zuriat Nong Isa, akademisi, hingga tokoh masyarakat.

Rangkaian acara diawali dengan laporan kehadiran anggota dewan, lalu ditutup suasana formal oleh tari persembahan dan lantunan Indonesia Raya. Sebuah pembuka yang menegaskan bahwa Batam tumbuh di antara modernitas dan adat yang tetap terjaga.

Dalam sambutannya, Ketua DPRD Haji Muhammad Kamaluddin mengingatkan bahwa Hari Jadi Batam bukan sekadar seremoni tahunan.

Tanggal 18 Desember 1829 adalah tonggak sejarah ketika Raja Isa Ibni Raja Ali diberi kuasa sebagai Pemerintah Nong Isa (Nongsa) beserta rantau takluknya oleh Residen Riau.

“Peringatan hari jadi adalah momentum untuk mengingat bahwa kita semua adalah bagian dari perjalanan panjang Batam. Setiap generasi memikul tanggung jawab untuk melanjutkan sejarah itu,” ujarnya.

Batam, menurut Kamaluddin, adalah miniatur Indonesia tempat beragam latar belakang bertemu, hidup, dan membangun masa depan bersama. Karena itu, kejayaan Batam hanya dapat diraih melalui kerja keras dan kebersamaan seluruh elemen masyarakat.

Makna perjalanan Batam semakin dipertegas lewat pidato Hari Jadi Batam ke-198 yang disampaikan Wali Kota Batam Amsakar Achmad. Mengenakan pakaian Melayu lengkap, Amsakar menyampaikan tema HJB tahun ini: Unggul dan Berdaya Saing.

Unggul, baginya, bukan hanya tentang gedung tinggi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi tentang manusia Batam yang terdidik, sehat, dan berkarakter. Batam harus tumbuh tanpa kehilangan jati diri Melayu yang ramah, beradab, dan beretika.

Sementara berdaya saing adalah kesiapan Batam menghadapi kompetisi global menarik investasi, berinovasi, dan memanfaatkan letak strategisnya di jalur perdagangan dunia.

Di hadapan anggota dewan dan tamu undangan, Amsakar memaparkan capaian ekonomi Batam yang menunjukkan ketangguhan daerah. Pertumbuhan ekonomi mencapai 6,6 persen pada 2024 dan meningkat menjadi 6,8 persen hingga triwulan III 2025, melampaui rata-rata provinsi dan nasional.

Investasi pun melonjak signifikan, dengan realisasi Rp33,66 triliun hingga triwulan III 2025.
Indeks Pembangunan Manusia Batam menyentuh angka 83,8—menempatkan kota ini pada jajaran lima terbaik di Sumatera.

Angka kemiskinan dan pengangguran terus menurun, disertai berbagai penghargaan nasional atas kinerja pemerintahan dan inovasi tata kelola.

“Semua capaian ini kami dedikasikan untuk masyarakat. Tidak ada kota yang maju karena satu orang, tetapi karena warganya bergerak bersama,” tutur Amsakar.

Apresiasi juga datang dari Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura. Ia menyebut Batam sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau yang berkontribusi besar pada capaian nasional.

Baginya, Batam adalah wajah perbatasan yang menunjukkan bahwa daerah dapat maju, inovatif, dan berdaya saing global.

Puncak acara ditandai dengan pemotongan nasi besarsimbol rasa syukur atas usia Batam yang kian matang. Potongan nasi itu dibagikan kepada pimpinan daerah dan tokoh masyarakat, menjadi lambang kebersamaan dan harapan akan keberlanjutan pembangunan.

Menutup paripurna, Ketua DPRD kembali mengingatkan bahwa tantangan Batam ke depan semakin kompleks. Sinergi, kolaborasi, dan semangat kebersamaan menjadi kunci agar Batam tidak hanya besar secara ekonomi, tetapi juga kokoh dalam identitas dan nilai.

Di usia 198 tahun, Batam berdiri sebagai kota modern yang tetap berakar. Dari Nong Isa hingga kota dunia, Batam terus melangkah—menjaga Melayu, merangkul masa depan. (*/bas)

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *