Wangi Rempah Melayu Menyebar di Tugu Sirih, Dewi Ansar Resmi Buka Food Festival 2025
Kuliner Melayu Tak Cuma Rasa, Tapi Identitas Kita

TANJUNGPINANG — Sore itu, Laman Gurindam XII di kawasan Tugu Sirih Tanjungpinang berubah menjadi ruang penuh aroma nostalgia. Wangi rempah-rempah, santan, dan aneka kue tradisional Melayu menyeruak pelan, menyambut setiap langkah pengunjung yang mulai memadati area Kepri Malay Food Festival 2025.
Di balik riuhnya musik dan senyum para pelaku UMKM, hadir sosok yang tak pernah absen mendorong pelestarian budaya lokal Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Kepri, Hj. Dewi Kumalasari Ansar.
Dengan mengenakan busana Melayu modern bernuansa lembut, Dewi Ansar secara resmi membuka festival kuliner tahunan yang digelar Pemerintah Provinsi Kepri melalui Dinas Pariwisata Kepri tersebut, Sabtu (29/11), lalu.
Di hadapan ratusan pengunjung dan para pelaku UMKM, ia menegaskan bahwa kuliner Melayu lebih dari sekadar hidangan di meja makan.
“Kuliner khas Melayu tak hanya soal rasa, tapi cermin identitas diri dan budaya yang membentuk siapa kita,” ujar Dewi Ansar dalam sambutannya.
Ucapan itu mengalir hangat, seperti mengingatkan kembali bahwa setiap suapan lakse, sagu lemak, otak-otak, hingga air gamat, membawa cerita panjang tentang perjalanan masyarakat pesisir Kepri.
Dalam kesempatan tersebut, Dewi Ansar mengapresiasi penuh penyelenggaraan Kepri Malay Food Festival 2025. Menurutnya, festival ini bukan hanya panggung kuliner, tetapi juga wadah regenerasi budaya.
“Semoga acara ini mampu memperkenalkan kuliner Melayu kepada generasi muda dan wisatawan, baik nasional maupun internasional,” ujarnya.
Ia yakin, jika kuliner Melayu terus dikembangkan dan dikemas secara kreatif, maka akan menjadi daya tarik wisata yang kuat. Pada akhirnya, pelaku UMKM-lah yang merasakan dampak langsung berupa peningkatan ekonomi.
“Yang paling penting, tumbuhnya rasa cinta generasi muda terhadap kuliner Melayu,” tegasnya lagi.
Dalam laporan panitia, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepri Hasan menjelaskan bahwa festival tahun ini menghadirkan 58 jenis kuliner khas Kepri, mulai dari makanan berat, minuman tradisional, hingga jajanan otentik dari tujuh kabupaten/kota se-Provinsi Kepri.
Menurut Hasan, festival ini adalah sarana edukasi sekaligus promosi. Dengan berkembangnya konsep wisata kuliner, hidangan-hidangan lokal dapat menjadi destinasi tersendiri bagi wisatawan.
“Festival ini menjadi konsep pariwisata khusus. Makanan kita bukan hanya disantap, tapi dicari,” ungkapnya.
Selama dua hari penyelenggaraan, 29–30 November 2025, festival juga dimeriahkan berbagai pertunjukan seni budaya Melayu, permainan rakyat, hingga penampilan DJ Affandi yang membawakan lagu-lagu Melayu dengan sentuhan modern — perpaduan tradisi dan kekinian yang memikat generasi muda.
Hasan juga menyampaikan rencana jangka panjang: mencari lokasi khusus yang bisa menjadi pusat kuliner Melayu di Kepri.
“Agar masyarakat dan wisatawan tidak sulit menemukan kuliner Melayu asli Kepri,” katanya.
Di tengah perkembangan zaman dan serbuan tren kuliner luar, Kepri Malay Food Festival 2025 hadir sebagai ruang untuk kembali merayakan akar budaya sendiri. Setiap pedagang membawa cerita, setiap makanan menghadirkan jejak sejarah. Dan lewat tangan-tangan generasi muda kelak, warisan ini diharapkan terus hidup.
Di bawah langit senja Tanjungpinang, festival tahun ini bukan hanya perayaan kuliner tapi perayaan identitas yang disajikan di atas piring. (bs)


