Uncategorized

Senja Terakhir di Kebun Tunas Baru: Kisah Kepergian Sunyi Petani Bintan Timur

Seorang pria bernama Mapiasek (58) ditemukan meninggal dunia di kebun yang berlokasi di Kampung Tunas Baru RT 003 RW 003, Kelurahan Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur, pada Minggu (26/10) malam.f-batampos.

BINTAN — Sore itu, langit di Kampung Tunas Baru, Kelurahan Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur, berwarna kelabu. Hembusan angin dari arah kebun kelapa membawa aroma tanah basah.

Di sudut kebun itu, seorang petani sederhana bernama Mapiasek (58) tengah menyelesaikan pekerjaannya seperti biasa membersihkan sisa ranting dan menyiangi tanaman sebelum pulang. Tak ada yang tahu, itu akan menjadi sore terakhirnya.

Biasanya, sekitar pukul delapan malam, Mapiasek sudah tiba di rumahnya. Istrinya menyiapkan kopi hangat dan sepiring nasi untuk makan malam sederhana mereka.

Namun, Minggu (26/10) malam itu berbeda. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan, tapi Mapiasek belum juga pulang.

“Istrinya mulai gelisah, karena tidak biasanya almarhum pulang larut,” tutur Ipda Daeng Salamun, Kanit Reskrim Polsek Bintan Timur, Senin (27/10), dilansir batampos.

Kegelisahan itu berubah jadi kekhawatiran. Beberapa warga kampung ikut membantu mencari, menyusuri jalan setapak menuju kebun yang biasa digarap Mapiasek.

Di pondok kecil tempatnya biasa beristirahat, hanya ada sisa cangkul dan sebotol air minum. Ia tidak ada di sana.

Setelah hampir satu jam pencarian, salah seorang warga menemukan sosok tubuh terbaring di tanah, tak jauh dari kebun jagung yang baru ia tanam. Mapiasek ditemukan dalam posisi terlentang, tubuhnya kaku dan dingin. “Ia sudah tidak sadarkan diri ketika ditemukan sekitar pukul 21.45 WIB,” ungkap Daeng.

Kabar duka cepat menyebar di kampung itu. Malam yang biasanya tenang berubah hening. Polisi datang ke lokasi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengevakuasi jenazah ke RSUD Bintan di Kijang.

Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan.

“Diperkirakan ia meninggal 8–12 jam sebelum ditemukan,” jelas Daeng lagi. Dari keterangan keluarga, Mapiasek memang memiliki riwayat penyakit jantung, dan dugaan kuat kematiannya disebabkan oleh serangan mendadak di kebun tempat yang selama ini menjadi bagian hidupnya.

Keesokan paginya, rumah duka dipenuhi pelayat. Para tetangga mengenangnya sebagai sosok pekerja keras dan pendiam, yang setiap pagi berangkat sebelum matahari naik, dan pulang hanya ketika langit mulai gelap.

“Beliau jarang mengeluh, walau sering sakit-sakitan,” kata seorang warga, pelan.

Kini kebun Tunas Baru sepi. Hanya angin yang berhembus melewati pondok kecil di sudutnya saksi bisu dedikasi seorang petani yang menghabiskan hidupnya dengan cangkul di tangan, menjaga bumi yang dicintainya sampai akhir hayat.

Mapiasek mungkin telah pergi, tapi kisah hidupnya tertinggal di antara deru angin dan tanah yang ia garap setiap hari — sederhana, tulus, dan penuh makna. (bs)

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *