NASIONAL

Dua Warga Minta Mahkamah Konstitusi Hapus Uang Pensiun Anggota DPR

Anggota DPR RI saat menggelar rapat.f-ist/merdeka.com

BATAM, katasiber – Aturan anggota DPR mendapat pensiun seumur hidup meski hanya duduk di kursi DPR selama satu periode atau 5 tahun, kembali ramai dibahas di tengah masyarakat.

Kini, warga bernama Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang nomor 12 tahun 1980 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar MK menghapus uang pensiun bagi Anggota DPR.

Dilansir detikcom, Rabu (1/10/2025), pemohon mengajukan gugatan terhadap pasal 1 a, pasal 1 f, dan pasal 12 UU nomor 12/1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Dalam gugatannya, pemohon mempersoalkan status Anggota DPR sebagai anggota Lembaga Tinggi Negara sehingga berhak mendapatkan uang pensiun setelah tak menjabat lagi. Pemohon mengatakan aturan yang ada membuat anggota DPR bisa mendapat pensiun seumur hidup meski hanya duduk di kursi DPR selama satu periode atau 5 tahun.

“Tidak seperti pekerja biasa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia tetap berhak atas uang pensiun meski hanya menjabat satu periode alias lima tahun. Hak ini dijamin UU nomor 12 tahun 1980,” ujar pemohon perkara nomor 176/PUU-XXIII/2025 ini.

Pemohon mengatakan besaran pensiun pokok dihitung 1% dari dasar pensiun untuk tiap bulan masa jabatan. Menurut pemohon, ada pula Surat Menkeu nomor S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 yang menyebut pensiun DPR besarannya sekitar 60% dari gaji pokok.

Selain uang pensiun bulanan, katanya, Anggota DPR juga berhak mendapat tunjangan hari tua (THT) Rp 15 juta yang dibayarkan sekali. Dia membandingkan sistem pensiun untuk Anggota DPR itu dengan para pekerja di bidang lain.

“Rakyat biasa harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain yang penuh syarat, anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen,” ujarnya.

Pemohon juga membandingkannya dengan syarat penerima pensiun pada lembaga lain. Pemohon menyebut hakim di Mahkamah Agung, ASN, Anggota TNI, Anggota Polri dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan baru berhak mendapat pensiun setelah masa kerja 10 hingga 35 tahun.

Pemohon juga membuat perhitungan penerima pensiun anggota DPR dengan cara menghitung rata-rata sejak UU 12/1980 diundangkan. Dia menyebut ada 5.175 orang yang merupakan Anggota DPR RI sejak 1980 hingga 2025 yang menjadi penerima manfaat pensiun.

“Total beban APBN: Rp 226.015.434.000 (Rp 226 miliar),” ujarnya.

Pemohon merasa dirugikan dengan hal tersebut. Menurut pemohon, mereka rugi karena uang pajaknya digunakan membayar pensiun itu.

Berikut petitum para pemohon:

  1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya
  2. Menyatakan pasal 1 huruf a UU 12/1980 bertentangan bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: ‘Lembaga Tinggi Negara adalah Dewan Pertimbangan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung, tidak termasuk Presiden
  3. Menyatakan pasal 1 huruf f UU 12/1980 bertentangan bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: ‘Anggota Lembaga Tinggi Negara adalah Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan Hakim Mahkamah Agung’
  4. Menyatakan pasal 12 ayat 1 UU 12/1980 bertentangan bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: ‘Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, tidak termasuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun’
  5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI sebagaimana mestinya

Atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). (bs/detikcom)

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *