Menelusuri Jejak Darah Melayu: Yusril Ihza Mahendra Ziarah ke Pulau Penyengat

TANJUNGPINANG – Pagi yang tenang menyelimuti Pulau Penyengat, pulau mungil yang menjadi saksi peradaban Melayu dan Islam di Kepulauan Riau. Dari kejauhan, deretan rumah panggung kayu dan menara Masjid Sultan Riau tampak bersinar keemasan di bawah mentari. Di pulau inilah, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, menapaki langkahnya — bukan sekadar kunjungan kerja, melainkan perjalanan menelusuri jejak leluhur dan akar budaya yang membentuk jati dirinya.
Didampingi Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad, Yusril tiba di Pulau Penyengat pada Senin (27/10) dengan wajah teduh dan langkah mantap. Bagi tokoh hukum yang dikenal cerdas dan religius ini, Penyengat bukan sekadar destinasi wisata sejarah. Ia adalah “tanah asal-usul”, tempat darah bangsawan Melayu mengalir dalam dirinya.
Jejak Darah Kesultanan Johor
Yusril, yang lahir di Manggar, Belitung Timur, diketahui memiliki garis keturunan dari Kesultanan Johor melalui sang ayah, Idris bin Haji Zainal Abidin. Leluhurnya, Tengku Haji Mohammad Thaib, merupakan bangsawan Kesultanan Johor yang jejak sejarahnya masih bisa dilacak hingga ke Pulau Lingga dan Pulau Penyengat.
Kunjungan ini pun menjadi napak tilas sejarah keluarga. Dari tanah Melayu yang dahulu menjadi pusat ilmu dan pemerintahan Islam, Yusril menelusuri kembali akar budayanya yang telah melahirkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah Nusantara.
Ziarah dan Refleksi
Didampingi Gubernur Ansar, Yusril menziarahi makam tokoh-tokoh besar yang membentuk peradaban Melayu: Raja Ali Haji, pujangga besar pencipta Gurindam Dua Belas dan perintis tata bahasa Melayu modern, serta Raja Haji Fisabilillah, pahlawan nasional yang gugur di medan perang melawan kolonial Belanda.
Usai berziarah, Yusril menunaikan salat sunnah di Masjid Sultan Riau, bangunan ikonik berwarna kuning gading yang telah berdiri sejak abad ke-18. Dindingnya konon direkatkan dengan campuran putih telur — simbol ketulusan masyarakat Melayu dalam membangun rumah ibadah mereka.
Yusril kemudian mengunjungi Kutubkhanah Marhum Ahmadi, perpustakaan tua yang menyimpan naskah-naskah klasik, manuskrip, dan kitab kuno karya ulama serta sastrawan Melayu terdahulu. Di tempat itu, seolah waktu berhenti. Sejarah dan ilmu bersatu, memberi ruang bagi renungan panjang.
“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur bisa kembali ke Pulau Penyengat. Ini adalah kunjungan saya yang ketiga, namun setiap kali datang selalu memberikan kesan yang mendalam. Di sini saya menelusuri jejak leluhur dan menemukan kembali nilai-nilai kebijaksanaan yang menjadi akar peradaban Melayu dan Islam di Nusantara,” ujar Yusril penuh haru.
Baginya, kunjungan ini bukan hanya nostalgia, tetapi perjalanan batin.
“Dari para pendahulu, saya belajar tentang keikhlasan, keberanian, dan kebijaksanaan dalam memimpin,” tambahnya.
Ritual Adat dan Penghormatan Budaya
Di sela kunjungannya, Yusril juga menerima prosesi adat meminang dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau di Pulau Penyengat. Prosesi tersebut menjadi bagian dari rangkaian penganugerahan gelar adat Dato’ Sri Indra Narawangsa, yang akan resmi disematkan di Daik, Kabupaten Lingga.
Bagi masyarakat Melayu, gelar adat bukan sekadar kehormatan, melainkan simbol tanggung jawab moral — amanah untuk menjaga nilai, marwah, dan martabat bangsa.
Simbol Pelestarian Warisan
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad yang turut mendampingi, menilai kunjungan Menko Polhukam ini sebagai momentum penting dalam pelestarian sejarah dan budaya Melayu.
“Kehadiran Pak Yusril bukan hanya silaturahmi budaya, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap sejarah besar yang lahir dari tanah Melayu ini. Pulau Penyengat adalah pusat tamadun, tempat lahirnya bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia,” ujar Ansar.
Melanjutkan ke Tanah Leluhur di Lingga
Usai berziarah, Yusril melanjutkan perjalanan ke Daik, Kabupaten Lingga. Di sana, ia dijadwalkan mengunjungi Masjid Sultan Lingga, Makam Sultan Mahmud Riayat Syah, Makam Bukit Cengkeh, dan Museum Linggam Cahaya.
Rangkaian kunjungan ini bukan hanya memperkuat ikatan sejarah antara dirinya dan tanah leluhur, tetapi juga mempertegas bahwa warisan budaya Melayu adalah akar identitas bangsa yang tak lekang oleh zaman.
Pulau Penyengat, dengan segala kisah dan kemegahannya, kembali menjadi saksi bahwa sejarah tak pernah mati.
Melalui langkah Yusril Ihza Mahendra, kita diingatkan: di balik kemajuan dan jabatan, selalu ada akar nilai dan darah budaya yang menuntun manusia untuk mengenali dirinya.,,(bs)


