Bocor, Gelap, dan Tanpa WC Potret Pilu SDN 009 Sekupang di Tengah Kota Batam

BATAM — Hujan baru saja reda di Pulau Seraya, Kelurahan Tanjung Riau, Kota Batam. Dari kejauhan, tampak bangunan sederhana berdinding papan berdiri tegak menatap laut.
Di sinilah Sekolah Dasar Negeri (SDN) 009 Sekupang, tempat ratusan mimpi kecil tetap menyala meski di bawah atap yang bocor.
Setiap kali langit mengguyur, guru dan murid di sekolah ini punya ritual tak tertulis: memindahkan buku, menyingkirkan meja, dan menampung air yang menetes dari langit-langit. Di ruang guru, genangan air menjadi pemandangan biasa.
Namun yang paling menyedihkan, sekolah ini tak punya aliran listrik dan kamar kecil. Para guru dan siswa harus menumpang ke rumah warga sekitar jika ingin buang air.
“Sudah hampir satu dekade kondisi ini dibiarkan. Atap ruang guru bocor parah, tidak ada listrik, bahkan WC pun tak tersedia. Ini sungguh memprihatinkan,” ujar Firdaus, tokoh pemuda Sekupang yang aktif memperjuangkan nasib warga pulau itu.
Firdaus menilai kondisi tersebut bukan lagi persoalan kecil, tapi bentuk nyata ketimpangan pembangunan. Ia berharap pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan Kota Batam, segera bertindak nyata.
“Kalau pemerintah benar-benar peduli pada dunia pendidikan, SDN 009 Sekupang seharusnya jadi perhatian utama. Jangan biarkan guru dan anak-anak berjuang sendirian di tengah kondisi seperti ini,” tambahnya.
Kepala SDN 009 Sekupang, Nur Adauwiyah, tak menampik kondisi memprihatinkan itu. Ia mengaku sudah beberapa kali menyampaikan laporan dan proposal perbaikan, namun belum juga mendapat respons.
“Kami tetap mengajar dengan semangat, meski dalam keterbatasan. Anak-anak di sini haus ilmu, dan kami tidak ingin semangat itu padam,” ujarnya lirih.
Pantauan di lapangan memperlihatkan plafon ruang guru berlubang dan lapuk dimakan usia. Beberapa meja ditutupi plastik untuk melindungi buku dan dokumen agar tak basah. Di sudut ruangan, papan tulis berdiri miring, seolah ikut menahan beratnya keadaan.
Meski begitu, semangat para guru dan siswa tak pernah surut. Setiap pagi, mereka tetap datang dengan wajah cerah, menantang kenyataan yang belum berpihak.
“Jangan tunggu bangunan ini roboh baru diperhatikan. Ini bukan sekadar sekolah, ini masa depan anak-anak Pulau Seraya,” tegas Firdaus, menutup perbincangan. (bs)


