2027, Belanja Pegawai Maksimal 30 Persen APBD

Keuangan Tanjungpinang Turun ke Level Rendah
TANJUNGPINANG, katasiber.id – Tahun 2027 pemerintah daerah wajib agar belanja pegawai maksimal 30 persen dari total Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
“Belanja pegawai angkanya tidak melewati 30 persen menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Selama ini pemda di Kepri melewati angka 30 persen. Bahkan ada yang lebih besar belanja pegawai dibandingkan belanja untuk anggaran pembangunan dan belanja publik,” ungkap dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Robby Patria, kemarin.
Selain itu, jumlah tenaga PPPK, ASN, dan honor cukup besar menambah ketimpangan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD).
Jika pendapatan asli daerah, dan transfer, dana alokasi umum dikurangi TPP, gaji dan tunjangan tak lebih Rp300 miliar hasilnya, maka daerah tersebut mendapatkan lebel KKD rendah.
Jika di atas Rp300 miliar, maka level sedang. Dan selanjutnya level tinggi. Akibatnya jika masuk status KKD rendah, tunjangan DPRD misalnya di Tanjungpinang menjadi berkurang.
“Coba tanya ke DPRD Tanjungpinang apakah mereka mengembalikan tunjangan atau tidak. Informasi yang diterima, karena status KKD Tanjungpinang turun kelas dari sedang ke rendah
mengakibatkan 30 anggota DPRD Tanjungpinang mengembalikan kelebihan bayar karena tunjangan mereka juga turun termasuk biaya reses. Semoga tidak mengembalikan tunjangan,” kata anggota Dewan Pakar ICMI Pusat itu.
Jika Pemko Tanjungpinang masih mempertahankan pola 52 persen tanpa penurunan TPP, menurut Robby, maka 2027 akan terjadi penurunan TPP yang cukup besar. Karena sudah perintah UU jadi menjadi kewajiban daerah,” kata dia.
Ada jurus selamat supaya TPP aman yakni dengan meningkatkan PAD.
Hanya saja cara menaikan PAD ini yang menjadi PR Pemko Tanjungpinang di bawah komando Lis Darmansyah.
Jika PAD hanya menyumbangkan ke pendapatan daerah di bawah 40 persen, kondisi kemampuan keuangan daerah namanya babak belur.
Besar pasak dari tiang. Daerah benar benar tergantung dana transfer pemerintah pusat.
Terkait konsekuensi belanja pegawai yang melebihi 30 persen, artinya belanja publik jelas akan berkurang.
Makanya pemerintah pusat mengendalikan daerah dengan mematok maksimal 30 persen supaya belanja publik lebih maksimal.
“Kalau ekonomi mau bergerak, maka konsumsi pemerintah berupa belanja pembangunan, belanja pemberdayaan masyarakat, bansos, rehab rumah, harus diperbanyak lebih besar dari belanja pegawai,” ujar Robby. (*)