KAHMI Dorong Lompatan Ekonomi Lewat Kemandirian Pangan dan Nasionalisme Konsumsi Lokal

JAKARTA, katasiber.id – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menyoroti urgensi penguatan kemandirian pangan nasional sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Dalam diskusi publik bertema “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen melalui Asta Cita Kemandirian Pangan dan SDGs” yang digelar di Jakarta, Rabu (18/6),
KAHMI menyuarakan pentingnya pendekatan lintas sektor dalam merespons tantangan pangan yang semakin kompleks.
Diskusi ini melibatkan tokoh-tokoh dari pemerintah pusat, BUMN, akademisi, hingga organisasi masyarakat sipil. KAHMI menilai bahwa keberhasilan sektor pangan bukan hanya soal produksi, tetapi juga menyangkut keadilan distribusi, keberlanjutan, dan nilai kebangsaan.
“Kemandirian pangan adalah wujud cinta dan keberpihakan terhadap bangsa sendiri. Ia bukan hanya soal ekonomi, tapi juga identitas,” ujar Viviana Hanifa, SP.,M.Si selaku Ketua Panitia.
Ketahanan Dimulai dari Sawah dan Laut
Widiastuti, SE.,M.Si., Deputi di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, menegaskan bahwa pembangunan nasional yang kokoh mesti bertumpu pada ekonomi rakyat berbasis pangan. Ketergantungan pada impor, menurutnya, harus dikoreksi dengan membalik arah kebijakan ke sumber daya domestik.
Sementara itu, Dr. Ir Budi Waryanto dari Badan Pangan Nasional menekankan pentingnya data dan teknologi dalam memperkuat rantai pasok pangan. Ia mendorong digitalisasi sebagai upaya mempercepat distribusi, menghindari pemborosan, dan menekan disparitas harga antarwilayah.
Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto dari Dewan Pengarah BULOG juga menyoroti dimensi ideologis konsumsi pangan.
“Kita perlu gerakan budaya untuk kembali mencintai beras lokal. Mengonsumsi hasil petani sendiri adalah praktik nasionalisme sehari-hari,” katanya.
Agenda Strategis: Sinergi, Data, dan Cinta Produk Negeri
Berbagai masukan dalam forum ini mengerucut pada sejumlah poin rekomendasi. Di antaranya, integrasi data antarinstansi untuk memperkuat sistem logistik pangan, perlindungan bagi petani dan nelayan sebagai pelaku utama ekonomi pangan, serta penyederhanaan regulasi sektor agraria dan perikanan.
Penting pula dilakukan kampanye kesadaran publik untuk memilih produk lokal sebagai pilihan utama. Dari piring makan hingga rak supermarket, masyarakat diajak menjadi bagian dari gerakan kedaulatan pangan melalui keputusan konsumsi harian.
“Ini bukan semata soal teknologi atau kebijakan. Ini soal pilihan hidup kita sebagai bangsa,” tegas Syamsul Qomar, Sekjen MN KAHMI yang juga Staf Khusus Menpora.
KAHMI: Dari Diskusi Menuju Gerakan Nyata
Bagi KAHMI, forum ini bukan sekadar ruang wacana, tetapi panggilan untuk mengambil peran aktif dalam pembentukan kebijakan publik. Di tengah krisis pangan global dan ketegangan geopolitik, KAHMI menegaskan posisinya sebagai gerakan intelektual yang berpihak pada rakyat.
Pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan pemerintah, menurut KAHMI, hanya mungkin tercapai jika pembangunan dimulai dari akar: dari desa, dari laut, dan dari tanah yang digarap oleh rakyat sendiri.
Forum ini ditutup dengan penyusunan rekomendasi yang akan dikirimkan ke kementerian terkait sebagai bagian dari advokasi kebijakan berbasis riset, kolaborasi, dan semangat kebangsaan. (***)