JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengingatkan pemerintah untuk berhati hati dan melakukan evaluasi terhadap kondisi utang luar negeri (LN). Pasalnya, Syarief mengatakan, utang luar negeri Indonesia selama enam tahun mencapai Rp 3.148,09 triliun atau melonjak 124 persen dari periode pemerintahan sebelumnya.
Menurut Syarief, besarnya utang negeri yang dimiliki Indonesia harusnya bisa berkurang, bila prioritas pembangunan diterapkan pemerintah dikelola dengan baik, memprioritaskan penanganan kesehatan dan ekonomi rakyat usaha mikro kecil menengah (UMKM).
“Utang luar negeri yang makin membeludak akan makin membebani keuangan negara di tengah pandemi Covid-19, dan akan menimbulkan banyak masalah sementara ekonomi rakyat belum membaik,” ungkap Syarief dalam keterangannya, Sabtu (23/1), seperti dilansir jpnn.com
Apalagi, kata Syarief, The World Bank juga telah merilis laporan International Debt Statistics (IDS). Ia menjelaskan dalam laporannya Bank Dunia memasukkan Indonesia ke dalam daftar 10 negara berpendapatan kecil dan menengah dengan utang luar negeri tertinggi di dunia.
Indonesia persis menempati urutan keenam. Dalam laporannya, lanjut dia, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa terjadi peningkatan posisi utang luar negeri Indonesia 5 persen dari tahun 2018 yang tercatat USD 379,58 miliar.
Bahkan, kata Syarief, apabila dibandingkan posisi utang luar negeri Indonesia 2019 dengan 10 tahun sebelumnya maka ada peningkatan hingga 124 persen.
Adapun posisi utang luar negeri Indonesia 10 tahun lalu di 2009 hanya USD 179,40 miliar.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengingatkan pemerintah terkait rasio utang luar negeri terhadap gross national income (GNI) yang telah mencapai 38,64 persen.
“PNB Indonesia berkisar Rp 15.779,7 triliun. Dengan utang luar negeri mencapai Rp 6098,2 triliun berarti rasionya berkisar 38,64 persen,” jelasnya.
Menurut dia, kondisi ini menunjukkan pengelolaan utang Indonesia makin memburuk.
“Indikator ini juga menunjukkan kemampuan membayar utang Indonesia makin memburuk,” lanjut Syarief. Ia juga menegaskan pemerintah lebih berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri.
“Rasio utang Indonesia kemungkinan akan naik beberapa tahun mendatang akibat tekanan pandemi Covid-19. Belanja pemerintah terus meningkat seiring dengan penurunan penerimaan negara, ditambah utang-utang baru yang makin ditingkatkan,” jelas Syarief.
Ia menyebutkan bahwa selama ini pemerintah telah mengucurkan dana besar hingga Rp 800 triliun yang didominasi utang luar negeri untuk menanggulangi Covid-19, namun belum membuahkan hasil yang optimal.
Ekonomi Indonesia malah terkontraksi minus dan resesi pertama kali sejak tahun 1999, padahal sudah dikuncurkan dana besar. Menurut dia, hal ini membuktikan bahwa persoalannya ada pada manajemen penanganan pandemi dan keberpihakan ekonomi rakyat UMKM.
“Untuk itu check and balance serta hak budget dimaksimalkan secara utuh lagi oleh DPR RI,” tutup Syarief Hasan. (sp)